Sajak-sajak Mohammad Isa Gautama
Setelah Berjarak dari Malam
sisa embun dan malam yang merapuh
masih kubaca
sisa embun dan malam yang merapuh
masih kubaca
lukisan orang-orang pecah, menggumam dalam
kepala
laksana ikan-ikan imsomnia
sepi telah terbeli, di balik keraguan yang menggunung
bersarang merangkai awan
menyisir pantai tempat kau duduk dan mengumpulkan pasir
waktu
kita tak akan sampai
di pulau itu tumbuhan tak menjadi matahari
hanya sedikit angin yang tersesat
menggambar puisi
setelah berjarak, dari kelam
kupungut helai tanganmu yang layu
menyusunnya jadi paku
dalam nanar darahku
2010
Kaukah yang Bertolak
kaukah yang bertolak, menanam persimpangan
singgah dan mandi di lubuk kengiluan
menampar angin dan mengurung merpati
menawarkan kopi di pagi yang kesat
kita sudah bicara, di balik kabut yang bertikai
tentang ranting dan akar yang lerai
serasa masih kita susuri sungai yang rawan
dalam genangan permainan Tuhan
kita akan selalu di sini, menyiangi seluruh duri
kita akan merengkuh khuldi dan mengirimnya kembali
ke surga
dalam matamu, aku akan terus menyelam
menghaluskan titik-titik, menguruskan hari
membius lapisan-lapisan
resahku yang tak henti berbenah
2010
Pagi di Rusuk Kekasih
pagi tidak pernah ingin menaruh sandal jauh-jauh
agar aku dapat melangkah menyusuri sawah dalam dirimu
pagi akan selalu bernyanyi tentang harapan dan rasa sakit
yang menyelinap saat aku kehilangan seyummu
pagi yang berjanji akan datang kembali dengan sisa hujan
tadi malam, kemudian merunduk mencium lenganku
adalah sekon demi sekon
yang tersesat namun betah
menunggui rusukmu
2010
.
laksana ikan-ikan imsomnia
sepi telah terbeli, di balik keraguan yang menggunung
bersarang merangkai awan
menyisir pantai tempat kau duduk dan mengumpulkan pasir
waktu
kita tak akan sampai
di pulau itu tumbuhan tak menjadi matahari
hanya sedikit angin yang tersesat
menggambar puisi
setelah berjarak, dari kelam
kupungut helai tanganmu yang layu
menyusunnya jadi paku
dalam nanar darahku
2010
Kaukah yang Bertolak
kaukah yang bertolak, menanam persimpangan
singgah dan mandi di lubuk kengiluan
menampar angin dan mengurung merpati
menawarkan kopi di pagi yang kesat
kita sudah bicara, di balik kabut yang bertikai
tentang ranting dan akar yang lerai
serasa masih kita susuri sungai yang rawan
dalam genangan permainan Tuhan
kita akan selalu di sini, menyiangi seluruh duri
kita akan merengkuh khuldi dan mengirimnya kembali
ke surga
dalam matamu, aku akan terus menyelam
menghaluskan titik-titik, menguruskan hari
membius lapisan-lapisan
resahku yang tak henti berbenah
2010
Pagi di Rusuk Kekasih
pagi tidak pernah ingin menaruh sandal jauh-jauh
agar aku dapat melangkah menyusuri sawah dalam dirimu
pagi akan selalu bernyanyi tentang harapan dan rasa sakit
yang menyelinap saat aku kehilangan seyummu
pagi yang berjanji akan datang kembali dengan sisa hujan
tadi malam, kemudian merunduk mencium lenganku
adalah sekon demi sekon
yang tersesat namun betah
menunggui rusukmu
2010
.
Bintang yang Tergenang di Penurunan Siang
pada sebuah kolam, aku memancing
gerimis seperti mau lari, tapi aku ingin sendiri
ranting tumbuh, menjalar di lorong batu
dingin mencatat seluruh mimpiku
melemparnya ke danau, jauh di seberang
matahari membakar langit, namun tak merah
tergenang saja, minta dipotret di senja terakhir
kala aku sibuk memanah, menanak kesunyian
untuk siang yang menjauh
dari bunga dan kebimbangan
2010
pada sebuah kolam, aku memancing
gerimis seperti mau lari, tapi aku ingin sendiri
ranting tumbuh, menjalar di lorong batu
dingin mencatat seluruh mimpiku
melemparnya ke danau, jauh di seberang
matahari membakar langit, namun tak merah
tergenang saja, minta dipotret di senja terakhir
kala aku sibuk memanah, menanak kesunyian
untuk siang yang menjauh
dari bunga dan kebimbangan
2010
Mohammad Isa Gautama, kelahiran
Padang, 1976, menulis puisi sejak 1988. Kumpulan puisinya yang belum terbit
adalah Di Mata Bulan (sajak-sajak 1988-2006). Puisinya dimuat di Horison,
Republika, Suara Karya Minggu, Lampung Post, Jurnal Puisi, dan di 15 antologi
bersama, salah satunya Pesan Camar (1996, Dewan Bahasa dan Sastra Malaysia).
|