Sabtu, 15 Desember 2012

Puisi



Sajak-sajak Mohammad Isa Gautama




Setelah Berjarak dari Malam

sisa embun dan malam yang merapuh
masih kubaca
lukisan orang-orang pecah, menggumam dalam kepala
laksana ikan-ikan imsomnia

sepi telah terbeli, di balik keraguan yang menggunung
bersarang merangkai awan
menyisir pantai tempat kau duduk dan mengumpulkan pasir
waktu

kita tak akan sampai
di pulau itu tumbuhan tak menjadi matahari
hanya sedikit angin yang tersesat
menggambar puisi

setelah berjarak, dari kelam
kupungut helai tanganmu yang layu
menyusunnya jadi paku
dalam nanar darahku

2010





















Kaukah yang Bertolak

kaukah yang bertolak, menanam persimpangan
singgah dan mandi di lubuk kengiluan
menampar angin dan mengurung merpati
menawarkan kopi di pagi yang kesat

kita sudah bicara, di balik kabut yang bertikai
tentang ranting dan akar yang lerai
serasa masih kita susuri sungai yang rawan
dalam genangan permainan Tuhan

kita akan selalu di sini, menyiangi seluruh duri
kita akan merengkuh khuldi dan mengirimnya kembali
ke surga

dalam matamu, aku akan terus menyelam
menghaluskan titik-titik, menguruskan hari
membius lapisan-lapisan
resahku yang tak henti berbenah

2010
























Pagi di Rusuk Kekasih

pagi tidak pernah ingin menaruh sandal jauh-jauh
agar aku dapat melangkah menyusuri sawah dalam dirimu

pagi akan selalu bernyanyi tentang harapan dan rasa sakit
yang menyelinap saat aku kehilangan seyummu

pagi yang berjanji akan datang kembali dengan sisa hujan
tadi malam, kemudian merunduk mencium lenganku

adalah sekon demi sekon
yang tersesat namun betah
menunggui rusukmu

2010






.






















Bintang yang Tergenang di Penurunan Siang

pada sebuah kolam, aku memancing
gerimis seperti mau lari, tapi aku ingin sendiri
ranting tumbuh, menjalar di lorong batu

dingin mencatat seluruh mimpiku
melemparnya ke danau, jauh di seberang
matahari membakar langit, namun tak merah

tergenang saja, minta dipotret di senja terakhir
kala aku sibuk memanah, menanak kesunyian
untuk siang yang menjauh
dari bunga dan kebimbangan

2010








Mohammad Isa Gautama, kelahiran Padang, 1976, menulis puisi sejak 1988. Kumpulan puisinya yang belum terbit adalah Di Mata Bulan (sajak-sajak 1988-2006). Puisinya dimuat di Horison, Republika, Suara Karya Minggu, Lampung Post, Jurnal Puisi, dan di 15 antologi bersama, salah satunya Pesan Camar (1996, Dewan Bahasa dan Sastra Malaysia).




http://static.ak.fbcdn.net/rsrc.php/zb/r/GsNJNwuI-UM.gif






                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar